Sabtu, 26 Januari 2013

Matematic is Simple



Matematika sering dianggap sebagai suatu hal yang menakutkan. Menjadi momok dalam dunia pendidikan . Sebenarnya saya dulu juga begitu, waktu masih belajar di bangku SD matimatika itu sangat memusingkan. Tapi tidak untuk sekarang, lulus SD dengan nilai matematika yang sangat memalukan membuat saya belajar mencintai metematika, yach…. Intinya adalah mencintai. Bukan hal buruk kok ketika kita mencintai matematika, dalam matematika kita akan lebih mengasah apa yang disebut logika berfikir.

Matematika membuat saya mengerti bahwa sebuah masalah memiliki banyak jalan keluar, dengan beberapa proses yang sebenarnya dapat kita manfaatkan dalam kehidupan. Menemukan masalah, memahami, menentukan apa yang kita butuhkan (rumus) and do it. Sesimple itu kok. Apanya yang sulit???menghafal rumus??atau menjalankan rumus??
Sudahlah….jangan banyak beralasan, bukankah tadi sudah saya katakan, intinya adalah mencintai matematika. Cinta itu timbul karena terbiasa, terbiasa bersama, terbiasa jalan berdua, sooo ajak tu matematika bermain, nggak perlu nunggu hari minggu, asal kamu ada waktu maka matematika siap menemani mu. Banyak soal yang akan menantang mu, dan membuat mu ketagihan.

Tenang saja, belajar matematika bukanlah belajar tanpa hasil. Banyak juga yang bilang kalo matematika itu Cuma nyari nilai X, atau nilai Y. Matematika itu the king of science, tak ada yang sia-sia dari belajar matematika. Setidaknya otak kita bisa terasah, belajar lebih teliti, berfikir kristis, serta bersikap disiplin. Pak Suwarsono juga berpendapat bahwa matematika juga mengandung nilai-nilai yang sanagt berguna untuk pembentukan sikap dan kepribadian yang lengkap (utuh)

Tidak hanya itu, matematika juga berguna dalam dunia medis lho,,,contohnya dalam penyakit kanker Matematika berperan dalam menghitung volume kanker. dan koordinat-koordinatnya dengan penerapan kalkulus (bisa integral cakram, cincin, lipat 2, bahkan lipat 3), karena umumnya sel kanker tidak mungkin bebentuk prisma, tabung, kerucut atau limas yang mudah sekali dihitung volumenya
Sudah tak ada alasan lagi kan untuk tidak mencintai matematika??? Jangan bilang tidak suka matematika kalo kalian masih saja suka ngitung duit..!!!!
MATHEMATIC IS SIMPLE



Jumat, 25 Januari 2013

0! = 1 ..... kok bisaa????



Pernah suatu ketika ada temen yang nanya, 0! Kenapa bisa sama dengan 1???
waduchh….aku juga jadi bingung nich,,,dulu waktu masih sekolah dikasih rumus yaw percaya aja sama gurunya  o.O

Akhirnya coba” saya buktikan dech….. kalo dilihat dari definisinya Faktorial itu merupakan hasil kali bilangan asli berurutan dari 1 sampai dengan n yang mewakili perkalian dengan bilangan bulat positif atau bilangan asli.

Ini nich rumusnya n! = n ( n-1)!
Contoh 22! = 22*21!
12! = 12*11!
5! = 5*4!

Nach kalo 1! = 1*0!
Jika kedua ruas kita bagi dengan 1 è 1! : 1 = (1*0!) : 1
1 = 0!

Senin, 14 Januari 2013

Biografi Pythagoras



Pythagoras dalam matematika sudah kita temui sejak kita duduk di SMP (Sekolah Menengah Pertama). So,,, udah nggak asing lagi buat anak sekolah. Teori yang mengatakan bahwa panjang sisi miring segitiga siku-siku adalah jumlah kuadrat dua sisi siku-sikunya atau disimbolkan c2 = a2 + b2. Teori ini dikemukakan oleh seorang matematikawan  dari Pulau Samos. ini dia ada sejarah singkat perjalanan hidup Pythagoras

Pythagoras lahir pada 580 SM di Pulau Samos, Yunani. Dia berayah seorang pedagang kaya bernama Mnesarchus dari kota Tirus, Phoenicia, sekarang bernama kota Sur, masuk wilayah Libanon. Mnesarchus dikenal sangat dermawan pada warga Samos sehingga mendapat anugrah sebagai warga kehormatan kota Samos. Ibu Pythagoras berdarah asli Samos, bernama Pythais yang dinikahi Mnesarchus untuk menyempurnakan statusnya sebagai warga kota Samos.


Masa kecil Pythagoras penuh kebahagiaan dan semua kebutuhannya tercukupi dengan baik, mengingat ayahnya seorang saudagar kaya. Pythagoras kecil juga banyak melakukan perjalanan ke berbagai kota mengikuti sang ayahanda.Pengalaman mengunjungi banyak kota perdagangan itu menyenangkan hati dan memacu keingintahuannya untuk lebih mendalami berbagai macam pengetahuan. Oleh ayahnya, Pythagoras kecil lantas diserahkan pada Creophilus untuk diberikan pendidikan secara khusus. Guru Creophilus mengakui bahwa Pythagoras mempunyai pesona dari sorga dan memiliki kecerdasan luar biasa. Sebagaimana putra-putra Yunani terdidik, Pythagoras pun mempelajari karya-karya sastra, puisi dan bermain musik.



Setelah dinyatakan lulus dari Guru Creophilus, Pythagoras selanjutnya berguru pada Pherekydes. Guru kedua itu juga memberikan banyak bekal pada Pythagoras mengenai filsafat, mistik dan mitologi. Pherekydes merupakan guru yang hebat dan selalu dikelilingi pemuda-pemuda yang ingin mempelajari berbagai hal. Tahun 562 SM Pythagoras berlayar dari Samos ke Miletus untuk menemui filosuf Thales. Pada waktu itu sebenarnya, Guru Thales karena usianya sudah uzur tidak lagi mengajar. Thales lahir 625 SM, berarti ketika Pythagoras datang menemuinya, filosuf Thales sudah berusia sekitar 63 tahun. Tugas sehari-hari mengajar telah diserahkan pada murid seniornya, Anaximander.



Pada tahun 520 SM Pythagoras kembali ke negeri leluhurnya di Pulau Samos. Keadaan kampung halamannya ternyata hancur berantakan. Pasukan tentara Persia telah meluluhlantakkan segalanya .
Di Samos Pythagoras mencoba mendirikan sekolah yang disebutnya Semicircle. Dia mengajarkan kebajikan-kebajikan untuk kembali menata kota Samos. Pythagoras kembali berkelana sambil mengajarkan pandangan hidupnya kepada siapa saja yang mau mendengarkan. 



Pelan namun pasti, jumlah orang yang bersimpati dengan ajarannya pun terus bertambah. Pythagoras mulai dikenal sebagai orang bijaksana. Dia mengajarkan pada setiap orang untuk selalu menjaga kesucian jiwa. “Hendaklah jangan saling membunuh. Hapuskan perbudakan, jauhkan peperangan, hindari bermewah-mewah dan hiduplah sederhana,” tuturnya lemah lembut.



Setelah mengembara ke berbagai penjuru, Pythagoras rupanya tidak pernah mau kembali ke kampung halaman di Samos, Yunani. Pasalnya ada desas-desus yang meresahkan hatinya bahwa penguasa Yunani akan menghukumnya apabila Pythagoras kembali ke tanah kelahiran. Walau fakta ini tidak didukung bukti-bukti sejarah, namun fenomena bertahannya Pythagoras di negeri orang cukup dapat menjelaskan latar belakang keengganannya pulang kampung

Metode Pembelajaran Resitasi



Matode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar (Djamarah dan Zain , 2010 : 85). Tugas yang dilaksanakan siswa dapat dilakukan di dalam kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustaan atau dimana saja. Resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah (PR), tetapi jauh lebih luas dari itu. Resitasi merangsang anak untuk aktif belajar, baik secara individual maupun secara kelompok.
Menurut Djamarah dan Zain (2010 : 87) metode resitasi mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, antara lain :
1)      Kelebihan
a)  Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok
b)      Dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru
c)      Dapat membina tanggung jawab dan disiplin
d)     Dapat mengembangkan kreativitas siswa
2)      Kekurangan
a)      Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang mengerjakan tugas ataukah orang lain
b) Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota yang lainnya tidak berpartisipasi dengan baik
c)      Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu
d)     Sering memberikan tugas yang monoton dapat memberikan kebosenan siswa

Kamis, 10 Januari 2013

Metode Pembelajaran Guided Discovery


          
guru membimbing siswa menemukan kesimpulan


Pada kegiatan pembelajarn dengan metode guided discovery siswa dilibatkan secara aktif dalam proses mencari pemecahan masalah dengan cara kritis, analisis, dan ilmiah untuk menuju suatu kesimpulan.
Hamdani ( 2010 : 184) berpendapat bahwa discovery (penemuan) adalah proses mental ketika siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Adapun proses mental, misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan. Guru melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud diskusi, seminar, dan sebagainya.
Suprijono (2009 : 69) mengemukakan proses belajar discovery meliputi proses informasi, transformasi, dan evaluasi. Proses informasi, pada tahap ini peserta didik memperoleh informasi mengenai materi yang sedang dipelajari. Tahap transformasi, pada tahap ini peserta didik melakukan identifikasi, analisis, mengubah, mentransformasikan informasi yang telah diperolehnya menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Tahap evaluasi, pada tahap ini peserta didik menilai sendiri informasi yang telah ditransformasikan itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecahkan masalah yang dihadapai.
Guided discovery (penemuan terpimpin) adalah pelaksanaan discovery dengan arahan dari guru. Menurut Hanafiah dan Suhana (2009:77) pelaksanaan ini dimulai dari pertanyaan inti, guru mengajukan berbagai pertanyaan yang melacak, dengan tujuan untuk mengarahkan peserta didik ke titik kesimpulan yang diharapkan. Selanjutnya siswa melakukan percobaan untuk membuktikan pendapat yang dikemukakannya.
Menurut Hamdani (2010 : 185) langkah-langkah guided discovery, yaitu :
1)      Adanya problema yang akan dipecahkan, dinyatakan dalam pertanyaan atau pernyataan
2)      Jelas tingkat atau kelasnya
3)      Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas
4)      Alat atau bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan
5)      Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan
6)      Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan atau percobaan atau menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan
7)      Proses berfikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan.
8)      Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
9)      Adanya catatan guru meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil, terutama penyelidikan yang mengalami kegagalan atau tidak berjalan sebagaimana seharusnya.
Kelebihan metode guided discovery menurut Hanafiah dan Suhana ( 2009: 79) adalah
1)      Membantu peserta didik untuk mengembangkan kesiapan serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif
2)      Peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam pikirannya.
3)      Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar pesertadidik untuk belajar lebih giat.
4)      Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing.
5)      Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri.
Kelemahan metode guided discovery menurut Hanafiah dan Sujana ( 2009 : 79) antara lain :
1)      Siswa harus memiliki kesiapan dan kemtangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
2)      Keadaan kelas di kita kenyataannya gemuk jumlah siswanya, maka metode ini tidak akan mencapai hasil yang memuaskan
3)      Guru dan siswa yang sudah sangat terbiasa dengan PBM gaya lama maka metode discovery ini akan mengecewakan Ada kririk, bahwa proses dalam metode discovery terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan sikap dan ketrampilan bagi siswa


sumber : 
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia
Hanafiah, N dan Suhana, C. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung : Aditama
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta : Pustaka Pelajar



Rabu, 09 Januari 2013

Alat Peraga Matematika











Situs-Situs Pendidikan

Pendidikan adalah suatu hal yang diperlukan oleh anak-anak. eits....ngak cuma anak-anak aja, orang dewasa juga harus tau perkembangan pengetahuan yang ada. Pendidikan tidak hanya didapat dari lembaga formal, media pembelajaran serta pendidikan sudah semakin berkembang pesat, dengan mudah dimana saja kita bisa mengakses pengetahuan yang kita perlukan. So.....nie ada beberapa situs pendidikan yang bisa jadi referensi buat temen-temen semua. Kalo belajar itu mudah, tak perlu dipersulit kan???
Di sini kita bisa belajar matematika dengan lebih menyenangkan
ada banyak sola latihan yang bisa di download juga lhoo

Yang pengen ngungkapin uneg-uneg seputar dunia pendidikan
kalian bisa tukar pendapat di sini, jangan sungkan-sungkan
demi kemajuan pendidikan di indonesia

Yang kesulitan belajar matematika, situs ini akan memudahkan anda
mathematic is easy

Situs pendidikan anak yang satu ini menyajikan informasi berupa Pengetahuan Komputer, Pengetahuan Umum, Cerita anak, Pelajaran Sekolah, Konsultasi, Seputar Pendidikan, dan masih banyak lagi

Skala Angka Pengukuran Dalam Pandangan Statistik

Skala pengukuran merupakan, satu pengetahuan yang sangat penting sebelum seseorang melakukan pengolahan data. Skala pengukuran pertama kali diperkenalkan oleh S.S. Steven. Namun, sering kali hal ini dianggap remeh dan diabaikan. Pada dasarnya setiap tools (alat bantu hitung) statistik tidak bisa digunakan begitu saja, ada persyaratan (asumsi yang harus dipenuhi), misalnya : skala data, distribusi data, independensi data, dan variabilitas data.

Berdasarkan sifatnya, ada empat pembedaan skala :

1. Skala nominal
Sifat : membedakan.
Contoh : jenis kelamin (laki-laki, perempuan), agama (Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha).
Contoh metode statistik : chi-square, crostab, analisis korespondensi, regresi logistik, latent profile analysis.

2. Skala ordinal
Sifat : membedakan, ada urutan.
Contoh : tingkat pendidikan (SD, SMP, SMU, Perguruan tinggi), nilai akreditasi (A, B, C, D, E).
Contoh metode statistik : korelasi spearman, ordinal logistic regression, attribute agreement analysis.

3. Skala interval
Sifat : membedakan, ada urutan, memiliki jarak yang sama.
Contoh : usia, skor penilaian test psikologi.
Contoh metode statistik : korelasi pearson, analisis regresi, analisis faktor, K-means cluster, diskriminan.

4. Skala rasio
Sifat : membedakan, ada urutan, memiliki nilai nol mutlak.
Contoh : nilai penjualan (sales), jumlah pelanggan.
Contoh metode statistik yang dapat digunakan :korelasi pearson, analisis regresi, analisis faktor, K-means cluster, analisis diskriminan, analisis time series.

Sumber : Silahkan klik Di sini


Matematika dan Cara Mengajarkannya

Jika merunut catatan sejarah, Matematika telah lahir sejak 3000 SM yaitu pada saat Bangsa Mesir Kuno dan Babilonia mulai menggunakan aritmetika, aljabar, dan geometri untuk keperluan astronomi, bangunan dan konstruksi, perpajakan dan urusan keuangan lainnya. Sistematisasi matematika menjadi suatu ilmu, baru terjadi pada zaman Yunani Kuno yakni antara tahun 600 dan 300 SM. Sejak saat itu matematika mulai berkembang luas, interaksi matematika dengan bidang lain seperti sains dan teknologi semakin nampak. Kini, matematika telah menjadi alat penting dalam berbagai hal. Hampir setiap bidang ilmu dan teknologi memakai matematika. Dalam realita yang demikian, penguasaan terhadap matematika menjadi syarat perlu agar dapat mempertahankan eksistensi di era perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini.

Pembelajaran matematika secara formal umumnya diawali di bangku sekolah. Sementara itu, matematika di sekolah masih menjadi pelajaran yang menakutkan bagi para siswa. Di antara berbagai faktor yang memicu hal ini adalah proses pembelajaran yang kurang asyik dan menarik. Model pembelajaran yang sering di temui pada pembelajaran matematika adalah proses pembelajaran bercorak “teacher centered”, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Sehingga guru menjadi pemeran utama dan kehadirannya menjadi sangat menentukan. Pembelajaran menjadi tak dapat dilakukan tanpa kehadiran guru. Siswa cenderung pasif dan tidak berperan selama proses pembelajaran. Sehingga proses yang muncul adalah “take and give”. Dalam merangkai pembelajaran, guru pada umumnya terbiasa dengan model standar, yakni pembelajaran yang bermula dari rumus, menghapalnya, kemudian diterapkan dalam contoh soal.

Model pembelajaran yang demikian tidak memberi ruang bagi siswa untuk melakukan observasi (mengamati), eksplorasi (menggali), inkuiri (menyelidiki), dan aktivitas-aktivitas lain yang memungkinkan mereka terlibat dan memahami permasalahan yang sesungguhnya. Model seperti ini yang mengakibatkan matematika bak kumpulan rumus yang menyeramkan, sulit dipelajari, dan nampak abstrak. 

Bagaimana Sebaiknya Matematika Diajarkan?

Matematika adalah ilmu realitas, dalam artian ilmu yang bermula dari kehidupan nyata. Selayaknya pembelajarannya dimulai dari sesuatu yang nyata, dari ilustrasi yang dekat dan mampu dijangkau siswa, dan kemudian disederhanakan dalam formulasi matematis. Mengajarkan matematika bukan sekedar menyampaikan aturan-aturan, definisi-definisi, ataupun rumus-rumus yang sudah jadi. Konsep matematika seharusnya disampaikan bermula pada kondisi atau permasalahan nyata. Berikut tahapan pengajaran yang dapat dilakukan:
Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami persoalan terlebih dahulu. Selanjutnya perkenalkan beberapa definisi penting yang harus dipahami agar siswa memiliki bekal untuk memahami fenomena-fenomena yang mereka temukan di lapangan.
Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi, mencoba-coba, dan biarkan mereka melihat apa yang terjadi. Di sini akan ada proses memunculkan ide-ide kreatif yang boleh jadi diluar dugaan guru. Di sinilah ruang kreatifitas terbentuk. Siswa akan lebih menikmati proses pembelajaran yang dilakukan.
Biarkan siswa membuat hipotesis/dugaan atas apa yang mereka lakukan.
Guru bersama siswa membahas kegiatan yang dilakukan. Berikan kesempatan pada para siswa untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka. Kemudian baru dilakukan proses verifikasi, meluruskan apa yang sudah dilakukan sehingga muncul formula atau rumus atau model yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan persoalan serupa.
Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah proses mengapresiasi. Seandainya hipotesis yang diambil oleh siswa ternyata kurang tepat maka guru hendaknya tetap memberi apresiasi. Dengan seperti itu, maka siswa akan tetap terpacu motivasinya.

Sebagai contoh dalam pembelajaran mengenai perbandingan trigonometri . Pembelajaran trigonometri sering kali ditakuti karena yang nampak ke permukaan adalah simbol-simbol dan rumus-rumus yang abstrak. Adapun maknanya jarang diangkat dan dipahamkan kepada para siswa. Perbandingan trigonometri sesungguhnya berawal dari persoalan nyata. Berikut salah satu alternatif pengajaran yang dapat dilakukan:
Guru terlebih dahulu menjelaskan definisi-definisi penting sebagai bekal bagi mereka untuk melakukan observasi dilapangan.
Selanjutnya minta para siswa untuk mengukur tinggi benda-benda seperti tiang bendera, pohon, bangunan kelas, dan lain-lain. Biarkan mereka berekslporasi menemukan caranya sendiri. Dari sisni tentu akan ada beragam cara yang diusulkan siswa agar dapat mengukur tinggi benda-benda tersebut. Dalam hal ini guru bertugas mengakomodir berbagai respon yang muncul, membimbing, dan mencoba mengarahkan para siswa agar tidak terlalu keluar dari wilayah yang dijadikan tujuan.
Berikutnya guru dapat mengarahkan siswa untuk menerapkan perbandingan trigonometri dalam permasalahan tersebut. Misalnya akan diukur tinggi pohon P. Minta salah seorang siswa, katakanlah siswa A, berdiri dalam jarak tertentu terhadap benda yang ingin diukur ketinggiannya. Misalkan jaraknya x meter. Dengan bantuan klinometer dapat diketahui besarnya sudut yang dibentuk oleh siswa A dengan pohon P, katakanlah sudut yang dibentuk adalah ?. Dengan menggunakan aturan tangent, dengan mudah akan diperoleh tinggi pohon P. yakni:
Tinggi pohon P = x tan(?)

Ajak siswa membandingkan efektifitas dan tingkat kemudahan berbagai macam cara yang diperoleh melalui kegiatan tersebut. Dari sini akan diperoleh gambaran bahwa matematika khususnya perbandingan trigonometri dapat mempermudah menyelesaikan permasalahan yang ada.
Kegiatan pembelajaran dapat diakhiri dengan meminta siswa menuliskan rangkaian kegiatan yang dilakukan hingga hasil akhir yang dicapai. Dengan ini, kemungkinan besar siswa dapat lebih memahami konsep perbandingan trigonometri.

Proses pembelajaran seperti ini, jika terus dilakukan dan dikembangkan dalam berbagai topik pembelajaran matematika , dimungkinkan akan menciptakan pembelajaran matematika yang lebih asyik dan menarik, sekaligus mengikis pencitraan buruk dan menakutkan yang melekat padanya.

Written By : Euis Asriani, M.Si
Dosen D3 Perikanan UBB
Sumber : Silahkan klik Di sini


Membuat Belajar Matematika Menjadi Bergairah

Hasil Penelitian The Third International Mathematic and Science Study Repeat (TIMSS-R) pada tahun 1999 menyebutkan bahwa di antara 38 negara, prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 34 untuk matematika. Sementara hasil nilai matematika pada ujian Nasional, pada semua tingkat dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka yang rendah. Keadaan ini sangat ironis dengan kedudukan dan peran matematika untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan, mengingat matematika merupakan induk ilmu pengetahuan dan ternyata matematika hingga saat ini belum menjadi pelajaran yang difavoritkan.

Rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika) sering kali menghinggapi perasaan para siswa dari tingkat SD sampai dengan SMA bahkan hingga perguruan tinggi. Padahal, matematika itu bukan pelajaran yang sulit, dengan kata lain sebagaimana dituturkan oleh ahli matematika ITB Iwan Pranoto, setiap orang bisa bermatematika. Menurut Iwan, masalah fobia matematika kerap dianggap sangat krusial dibandingkan bidang studi lainnya karena sejak SD bahkan TK, siswa sudah diajarkan matematika. “Kalau fisika, baru diajarkan di tingkat SMP. Karena itu, fobia fisika menjadi tidak begitu krusial dibandingkan matematika,”. Apalagi Kimia yang baru diajarkan ketika tingkat SMA.

Fobia Matematika

Pernah dalam suatu diskusi ada pertanyaan “unik”. Apa kepanjangan dari Matematika? Dalam benak saya, apa ada kepanjangan Matematika, selama ini yang diketahui kebanyakan orang, Matematika adalah tidak lebih dari sekedar ilmu dasar sains dan teknologi yang tentunya bukan merupakan singkatan. Setelah berfikir agak lama hampir mengalami kebuntuan dalam berfikir akhirnya Nara Sumber menjelaskan, bahwa Matematika memiliki kepanjangan dalam 2 versi. Pertama, Matematika merupakan kepanjangan dari MAkin TEkun MAkin TIdak KAbur, dan kedua adalah MAkin TEkun MAkin TIdak KAruan. Dua kepanjangan tersebut tentunya sangat berlawanan.

Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau menerima dan menyatakan setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin dan tekun dalam belajar matematika baik itu mengerjakan soal-soal latihan, memahami konsep hingga aplikasinya maka dipastikan mereka akan mampu memahami materi secara tuntas. Karena hal tersebut maka semuanya akan menjadi jelas dan tidak kabur. Berbeda dengan kepanjangan versi kedua, tidak dapat dibayangkan jika kita semakin tekun dan ulet belajar matematika malah menjadi tidak karuan alias amburadul. Mungkin kondisi ini lebih cocok jika diterapkan kepada siswa yang kurang berminat dalam belajar matematika (bagi siswa yang memiliki keunggulan di bidang lain) sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak sulit untuk dapat memahami materi matematika secara tuntas dan lebih baik mempelajari bidang ilmu lain yang dianggap lebih cocok untuk dirinya dan lebih mudah dalam pemahamannya.

Terkait dengan rasa apriori berlebihan terhadap matematika ditemukan beberapa penyebab fobia matematika di antaranya adalah yang mencakup penekanan belebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Oleh sebab itu, untuk mengatasi hal ini, peran guru sangat penting. Karena begitu pentingnya peran guru dalam mengatasi fobia matematika, maka pengajaran matematika pun harus dirubah. Jika sebelumnya, pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmetika saja, maka saat ini, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar dengan menggunakan logika matematis.

Sekedar diketahui bahwa matematika bukan hanya sekadar aktivitas penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian karena bermatematika di zaman sekarang harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup modern. Karena itu, materi matematika bukan lagi sekadar aritmetika tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari.

Dari aspek psikologi, menurut psikolog Alva Handayani, peranan orang tua pun dibutuhkan untuk mengatasi fobia matematika. Menurutnya, mengajar matematika bukan sekadar mengenal angka dan menghafalnya namun bagaimana anak memahami makna bermatematika. Orang tua harus memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi, observasi dalam keadaan rileks. Para orang tua tidak perlu khawatir dengan kemampuan matematika para putra-putri mereka. Yang terpenting dalam menumbuhkan cinta anak pada matematika adalah terbiasanya anak menemukan konsep matematika melalui permainan dalam suasana santai di rumah dalam rangka mempersiapkan masa depan anak.

“Jika anak sering menemukan orang tua menggunakan konsep matematika, anak akan menangkap informasi tersebut dan akan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, pengaturan uang saku dan tabungan hingga pengaturan jadwal kereta api atau penerbangan,”

Tetapi, yang penting untuk diketahui dan dijadikan pegangan adalah bahwa matematika itu merupakan ilmu dasar dari pengembangan sains (basic of science) dan sangat berguna dalam kehidupan. Dalam perdagangan kecil-kecilan saja, orang dituntut untuk mengerti aritmetika minimal penjumlahan dan pengurangan. Bagi pegawai/karyawan perusahaan harus mengerti waktu/jam, Bendaharawan suatu perusahaan harus memahami seluk beluk keuangan. Ahli agama, politikus, ekonom, wartawan, petani, ibu rumah tangga, dan semua manusia “sebenarnya” dituntut menyenangi matematika yang kemudian berupaya untuk belajar dan memahaminya, mengingat begitu pentingnya dan banyaknya peran matematika dalam kehidupan manusia.

Fakta menunjukkan, tidak sedikit siswa sekolah yang masih menganggap matematika adalah pelajaran yang bikin “stress”, membuat pikiran bingung, menghabiskan waktu dan cenderung hanya mengotak-atik rumus yang tidak berguna dalam kehidupan. Akibatnya, matematika dipandang sebagai ilmu yang tidak perlu dipelajari dan dapat diabaikan. Selain itu, hal ini juga didukung dengan proses pembelajaran di sekolah yang masih hanya berorientasi pada pengerjaan soal-soal latihan saja. Hampir belum pernah dijumpai proses pembelajaran matematika dikaitkan langsung dengan kehidupan nyata. Menyikapi hal ini, menurut hemat penulis dalam rangka menyelamatkan “nyawa” matematika, maka satu hal yang segera dilakukan adalah bagaimana membuat siswa senang untuk belajar matematika?

Author: Abdul Halim Fathan : http://www.penulislepas.com/v2/?p=496
Sumber : Silahkan klik Di sini


Makalah Pembelajaran Matematika

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBANTUAN CD INTERAKTIF DENGAN EVALUASI MENGGUNAKAN MATHEMATIC EDUCATION GAME (MEG) PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN GARIS LURUS

Oleh H.IKIN ZAENAL MUTAQIN, M.Pd: Dosen Matematika Universitas Wiralodra Indramayu

Latar belakang

Ketika kita meminta kepada seorang siswa untuk mengungkapkan pendapatnya tentang pembelajaran matematika, maka akan banyak terdengar keluhan bahwa pelajaran matematika membosankan, tidak menarik, bahkan penuh misteri, sehingga berujung pada hasil belajar matematika yang rendah. Hal tersebut diantaranya disebabkan masih kurangnya kreatifitas guru matematika sebagai ”koki” dalam menyajikan model pembelajaran dan media yang lebih menyenangkan dan dekat dengan dunia siswa. Sebagaimana Arsyad (2006:15) mengemukakan dua unsur yang amat penting dalam proses pembelajaran di kelas yaitu model/strategi dan media pembelajaran.

Belajar matematika dari sumber guru merupakan hal yang banyak dilakukan pada pendidikan formal. Sudjana (2003: 112) menyebutnya sebagai sekolah tradisional. Dimana pola interaksi edukatif dalam proses pembelajaran di kelas masih didominasi oleh guru. Guru masih menjadi satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Sementara itu sumber belajar lainnya belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran. Menurut Soleh (1998:18) hal tersebut disebabkan kelebihan guru dibanding sumber belajar lainnya. Guru lebih mampu mengkondisikan semua sumber belajar lainnya agar sesuai dengan kepentingan dan kemampuan siswa.

Selain guru, buku teks juga masih menjadi sumber belajar yang utama dan mendominasi dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama ini. Dari semua sumber belajar yang ada, buku teks dianggap sebagai sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan dan mungkin yang terdekat dengan kesempurnaan. Namun hal ini bukan berarti bahwa buku teks merupakan media yang istimewa.

Menurut Schramm (1984:386) beberapa kekurangan media buku teks, misalnya; tidak ”hidup”, hanya menyajikan gambar mati, tidak mampu menyajikan suara, dan mudah ketinggalan jaman. Lebih lanjut Schramm mengemukakan bahwa komputer memiliki kemampuan yang luar biasa dibandingkan media lainnya. Komputer lebih mampu menghasilkan jenis belajar yang interaktif yang baik sekali antara guru dan siswa. Misalnya, komputer lebih sabar dan lebih konsisten dari guru dalam mengadakan latihan praktek.

Evaluasi adalah bagian integral dalam kegiatan pembelajaran matematika. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, kegiatan evaluasi diharapkan tidak hanya sekadar melakukan penskoran dan penilaian saja, tetapi termasuk melakukan kegiatan perbaikan. Proses evaluasi yang terjadi di lapangan dirasa masik kurang dari kegiatan perbaikan yang mampu memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh lebih banyak kesempatan untuk memperoleh umpan balik. Hal senada ungkapkan Soleh (1998:18) yang mengatakan bahwa media komputer adalah salah satu media belajar yang lebih interaktif. Selain itu komputer juga dapat diprogram untuk menilai pekerjaan siswa, mengingatkan siswa kalau melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah, memberi kesempatan untuk mencoba lagi, dan memberi penguatan dan penghargaan (reiforcement dan reward) dengan kata-kata pujian. Disinilah perlunya pengembangan alat evaluasi berbantuan komputer yang bisa memberi kesempatan lebih bagi siswa untuk melakukan perbaikan dan umpan balik.

Dalam proses pembelajaran matematika di sekolah terdapat beberapa permasalahan. Terkait dengan karekteristik matematika, objeknya yang abstrak, konsep dan prinsipnya berjenjang, dan prosedur pengerjaannya yang banyak memanipulasi bentuk-bentuk membuat siswa seringkali mengalami kesulitan. Objek tersebut tidak semuanya bisa divisualisasikan dalam tiga dimensi yang bisa diindera dengan baik oleh siswa. Hal ini menuntut peraga yang tepat, yang mampu membantu siswa memahami konsep yang diajarkan dan mampu mengatasi keberagaman kecepatan belajar dan gaya belajar siswa, serta mengatasi keterbatasan yang ada pada guru.

Pada pokok bahasan persamaan garis lurus, siswa disuguhkan dengan objek matematika berupa titik, garis, dan persamaan yang abstrak. Kecenderungan yang terjadi dilapangan, guru membantu siswa dengan menggambar garis lurus di kertas atau di papan tulis. Karena visualisasi yang berupa dua dimensi, disamping memakan waktu yang lama juga memberi kesan kurang menarik. Dengan media yang selama ini digunakan dirasa masih kurang efektif untuk menciptakan kebermaknaan pembelajaran, kurang efisien yang berdampak pada kurangnya kesempatan yang dimiliki siswa untuk memperoleh pengalaman belajar yang lebih banyak.

Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah sebuah proses yang kompeks yang terjadi pada semua orang dan terjadi seumur hidup, dari ayunan sampai ke liang lahat. Salah satu tanda telah terjadinya proses belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang. Secara umum perubahan tingkah laku tersebut bisa yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotorik) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).

Namun demikian tidak semua perubahan perilaku bisa dikategorikan sebagai hasil dari proses belajar. Perubahan sikap sebagai hasil belajar berasal dari hasil interaksi dengan lingkungan, bersifat relatif permanen, dan menetap, dan bukan karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan, penyakit, atau obat-obatan (Arif, 2006:2).

Terkait dengan proses perolehan pengetahuan dan keterampilan, Bruner dalam Arsyad (2006:7) membagi 3 modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Tahapan enactive merupakan tahapan dalam belajar dimana seorang siswa belajar melalui pengalaman langsung, dengan menggunakan benda-benda kongkrit. Pada tahapan iconic, siswa berusaha mewujudkan pengetahuan dalam bentuk bayangan visual (visual emagery), yang menggambarkan situasi konkrit yang ada pada tahap enactive. Sedangkan dalam tahapan symbolic, siswa berusaha mepresentasikan pengetahuannya dalam bentuk simbol-simbol abstrak.

Menurut Piaget dalam Krismanto (2004:3) manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio emosional, dan perkembangan kognitif. Kemampuan kognitif berkembang melalui tahap sensori motorik (sensory-motor-stage) sejak manusia lahir sampai usia 2 tahun; tahap pra-operasional (pre-operational-stage) dari usia 2 tahun sampai 7 tahun; tahap operasi kongkrit (cooncrete-operational-stage), dari usia 7 tahun sampai 12 tahun; dan tahap operasi formal (formal-operational-stage), usia 12 tahun keatas.

Lebih lanjut Piaget mengungkapkan bahwa usia siswa SMP masih berada dalam tahapan operasional formal. Namun demikian, meski pada usia tersebut siswa sudah mampu berfikir logis tanpa kehadiran benda kongkrit, akan tetapi kemampuan siswa untuk berfikir abstrak masih belum berkembang dengan baik, sehingga dalam beberapa hal kehadiran peraga atau media belajar lainnya masih dibutuhkan.


Pembelajaran sebagai Proses Komunikasi

Proses pembelajaran di kelas pada hakikatnya adalah proses komunikasi, baik komunikasi antara siswa dengan guru, komunikasi antar siswa, atau bahkan komunikasi antara siswa dengan lingkungan belajar. Namun belum tentu proses komunikasi yang terjadi bisa berlangsung efektif. Komunikasi dikatakan berjalan efektif apabila terdapat pemahaman yang sama terhadap sebuah informasi antara sumber pesan dengan penerima pesan. Selanjutnya akan terjadi umpan balik atau komunikasi dua arah apabila penerima pesan bisa berubah fungsi menjadi sumber pesan.

Dalam proses pembelajaran di kelas, isi pesan perupa bahan ajar yang tertuang dalam kurikulum. Sumber pesan adalah guru, buku ajar, sesama siswa, bahkan lingkungan belajar. Sedangkan penerima pesan adalah siswa. Pesan, sumber pesan, saluran/media, dan penerima pesan adalah komponen-komponen dalam proses komunikasi.

Isi pesan yang berupa bahan ajar, disampaikan guru melalui simbol-simbol komunikasi, baik simbol verbal berupa kata-kata atau tulisan, maupun simbol non-verbal atau visual. Arif mengungkapkan (2006:13) bahwa proses penuangan pesan kedalam simbol-simbol disebut encoding. Selanjutnya penerima pesan menafsirkan simbol-simbol komunikasi tersebut sehingga diperoleh pesan. Proses penafsiran simbol-simbil tersebut disebut decoding.

Sering terjadi, pesan yang disampaikan tidak bisa diterima dengan utuh oleh penerima pesan. Hal ini terkait dengan adanya hambatan-hambatan yang terjadi pada proses komunikasi yang berjalan yang dikenal dengan istilah barriers atau noises. Beberapa hal yang bisa menjadi penghambat efektifnya komunikasi diantaranya bisa berupa hambatan psikologis, seperti minat, sikap, kepercayaan, intelegensi, pengetahuan dan hambatan fisik seperti kelelahan, sakit, cacat tubuh.

Berkaitan hal ini, Arsyad (2006:8) menyarankan agar guru merancang proses pembelajaran yang melibatkan semua indera siswa. Guru berupaya untuk menampilkan rangsangan yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak indera yang terlibat, semakin besar kemungknan informasi yang disampaikan bisa dimengerti siswa. Disinilah peran media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar akan mampu mengatasi noises dalam proses komunikasi dalam pembelajaran. Hal ini juga disampaikan Levie dalam Arsyad (2006:9) tentang banyaknya hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa stimulus visual mampu memberikan hasil belajar yang lebh baik dari stimulus verbal.

Media dalam Pembelajaran

Kemp dalam Santosa (2002:2) mengemukakan terkait dengan media komunikasi dalam pendidikan, banyak ahli, terutama ahli media mengemukakan perlu adanya pemilihan media yang tepat sebagai wahana penyalur pesan dalam proses pembelajaran. Bahkan diyakini bahwa media pandang dengar (audio visual) seperti film bingkai (slide), film dan lainnya, sangat baik digunakan untuk membantu proses komunikasi di kelas. Bahkan kecenderungannya penggunaan media audio visual dalam pembelajaran lebih cepat dan mudah diterima jika dibandingkan penjelasan dengan lisan. Dengan kata lain, seberapa jauh proses komunikasi terjadi dipengaruhi oleh faktor media yang digunakan dalam komunikasi tersebut.

Media pembelajaran sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak pendidikan formal itu ada. AECT (Association of Education and Comunication Tecnology) dalam Arsyad (2006:3) mendefinisikan media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan Yusuf Hadi Miarso dalam Santoso (2002:3) mendefinisikan media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.

Sejalan dengan batasan tersebut Gagne’ dan Briggs dalam Arsyad (2006:4) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran, yang terdiri antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer, yang mampu merangsang siswa untuk belajar.

Sehingga secara umum Santosa (2002:5) memberikan rambu-rambu media pembelajaran sebagai berikut:

1. Segala sesuatu (fisik) yang digunakan untuk dapat menyampaikan informasi atau pesan pembelajaran.
2. Mampu merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa.
3. Terciptanya bentuk-bentuk komunikasi, interaksi yang beragam dalam proses pembelajaran.

Mengapa media perlu dalam proses pembelajaran di kelas? Diantaranya karena media mempunyai kelebihan dan kemampuan yang dapat kita manfaatkan untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang ada. Secara singkat media berguna bagi upaya untuk mengefektifkan komunikasi yang ada di kelas. Media mampu menampilkan efek suara, gambar dan gerak, sehingga pesan yang kita sampaikan lebih hidup, menarik, dan kongkrit, serta dapat memberi kesan seolah-olah siswa terlibat dalam pengalaman belajar yang ditampilkan.

Salah satu gambaran yang banyak jadikan sebagai acuan landasan teori penggunaan media dalam pembelajaran adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale) seperti tampak di bawah ini.

Kerucut pengalaman Dale ini menunjukan bahwa pengalaman langsung memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman belajar, oleh karena ia melibatkan lebih banyak indera siswa (Arsyad, 2006:11).

Sedemikian pentingnya media pembelajaran sehingga Sudjana (2003: 112) mengungkapkan bahwa dalam situasi belajar tertentu, yaitu siswa telah memiliki disiplin belajar yang tinggi, pengalaman belajar yang cukup dan pola pikir yang matang, maka interaksi pembelajaran bisa dilakukan secara langsung antara siswa dengan media belajar. Dalam kondisi demikian, media mampu menggantikan peran guru sebagai sumber belajar. Lebih lanjut Sudjana menyebutnya sebagai guru-media.

Hamalik dalam Arsyad (2006:15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran mampu membangkitkan keinginan, minat, motivasi, dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media juga akan sangat membantu meningkatkan efektifitas pembelajaran.

Levie dan Lentz dalam Arsyad (2006:16) mengungkapkan ada empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu (a) fungsi atensi, (b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif, dan (d) fungsi kompensatoris. Funsi atensi media yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa pada isi pelajaran. Fungsi afektif dapat dilihat dari kenikmatan siswa dalam membaca teks yang bergambar. Fungsi kognitif terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual memnerlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi. Sedangkan fungsi kompensatoris adalah untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan lamban dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam teks saja.


Media Dalam Pembelajaran Matematika

Matematika sebagai sebuah ilmu, memiliki ciri khas yang membedakannya dari pelajaran yang lain diantaranya:

1. Mengkaji Objek yang bersifat abstrak
2. Mendasarkan diri pada kesepakatan-kesepakatan
3. Menggunakan penalaran deduktif aksiomatis
4. Memiliki kebenaran yang bersifat konsisten.

Matematika sekolah merupakan matematika yang diajarkan di sekolah yang disampaikan berdasarkan tingkatan atau tahapan-tahapan proses belajar. Sehingga proses pembelajaran matematika yang terjadi di sekolah adalah sebuah proses untuk mentransfer dunia matematika kedalam dunia nyata, dunia yang bisa dipahami siswa sesuai dengan tahapan proses berfikir siswa.

Marpaung (2006:4) mengatakan bahwa proses pembelajaran matematika di sekolah adalah sebuah proses matematisasi yang terdiri dari dua proses, yakni matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horisontal adalah sebuah proses mentransfer dunia siswa kedalam dunia matematik. Dalam prakteknya, guru menggunakan pendekatan pembelajaan kontekstual (Contekstual Teaching and Leaning). Guru mengawali pembelajaran dari masalah-masalah kontekstual, untuk kemudian melakukan formalisasi matematis.

Sedangkan matematisasi vertikal adalah sebuah proses pembelajaran matematika formal. Artinya, setelah melalui proses formalisasi, maka penyelesaian persoalan matematika selanjutnya menggunakan pendekatan formal. Dalam prakteknya, guru mengajak siswa untuk menyelesaikan persoalan melalui pendekatan formal.

Pada tahapan matematisasi horisontal inilah keberadaan multimedia berperan penting. Hal tersebut karena multimedia memiliki potensi dan kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk membantu proses tersebut diantaranya;

1. Membuat konsep yang abstrak menjadi kongkrit.
2. Menampilkan animasi baik berupa gerakan maupun suara yang mengilustrasikan proses yang terjadi.
3. Mampu memberikan keseragaman persepsi, karena media mampu dimanfaatkan untuk memfokuskan perhatian siswa.
4. Mampu menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang kapan dan dimanapun.
5. Mampu mengatasi keterbatasan waktu dan tempat belajar.

Secara umum, media pembelajaran dapat dikelompokkan kedalam media cetak dan non cetak, atau media elektronik dan non elektronik. Santosa (2002:10). Beberapa jenis media pembelajaran yang sering digunakan diantaranya;

1. Media pandang, dengar, dan gerak; VCD, Film.
2. Media pandang gerak; film tak bersuara
3. Media pandang diam; OHT (Over Head Transparancy), slide, gambar, chart, poster.
4. Media dengar; rekaman (kaset dan CD)
5. Media cetak; buku ajar, LKS, majalah, koran.
6. Multimedia; komputer, slide berangkai.


Media Komputer dalam Pembelajaran

Sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam proses belajar. Sudjana (2003: 77) membagi sumber belajar menjadi dua macam. Pertama, sumber belajar yang dirancang, atau sengaja dibuat, atau dipergunakan untuk membantu proses pembelajaran (learning resources by design). Kedua, sumber belajar yang dimanfaatkan guna memberikan kemudahan kepada seseorang dalam proses belajar yang berupa segala macam sumber belajar yang ada di sekeliling kita (learning resources by utilization).

CD (compact disk) Pembelajaran merupakan salah satu sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) dimana di dalamnya telah diinstal program yang disiapkan untuk tujuan pembelajaran tertentu. Arsyad (2006:32) menyebutnya sebagai media mutahir berbasis komputer yang diyakini mampu menciptakan pembelajaran yang lebih ”hidup” dan dan melibatkan interaktifitas siswa.

Sejalan dengan hal tersebut, Schramm (1984:386) mengemukakan beberapa kekurangan media buku teks, misalnya; tidak ”hidup”, hanya menyajikan gambar mati, tidak mampu menyajikan suara, dan mudah ketinggalan jaman. Lebih lanjut Schramm mengemukakan bahwa komputer memiliki kemampuan yang luar biasa dibandingkan media lainnya. Komputer lebih mampu menghasilkan jenis belajar yang interaktif yang baik sekali antara guru dan siswa. Misalnya, komputer lebih sabar dan lebih konsisten dari guru dalam mengadakan latihan praktek.

Arsyad (2006:54) mengunkapkan beberapa kelebihan media komputer untuk program pembelajaran, diantaranya;

1. Komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran.

2. Komputer merangsang siswa untuk mengerjakan latihan atau simulasi karena tersedianya animasi yang dapat menambah relaisme..

3. Kendali belajar ada di tangan siswa sehingga kecepatan belajar dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya.

4. Kemampuan merekam aktifitas siswa selama menggunakan suatu program pembelajaran memberikan kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara perorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau.


Mathematic Education Games (MEG)

Pada kenyataanya, gagasan baru dalam pembelajaran muncul karena ketidakpuasan orang terhadap sistem pembelajaran lama yang dianggap kurang efaktif, kurang efisien, dan kurang produktif. Kemudian bermunculan penelitian pembelajaran dalam upaya untuk meningkatkan motivasi belajar, kemungkinan pembelajaran yang lebih memperhatikan irama dan kecepatan individual, pemberian umpan balik yang segera dan berulang-ulang, serta penggunaan metode pembelajaran yang paling efektif.

Peran teknologi komputer dalam dunia Pembelajaran dewasa ini seiring dengan kebutuhan individualisasi dalam belajar. Dibutuhkannya media yang mampu memberikan pelayanan yang optimal terhadap siswa sesuai dengan tingkat kebutuhan, kemampuan dan tahapan berfikirnya. Untuk tugas ini seorang guru tidak akan mampu melakukannya apalagi dihadapkan pada 40 siswa atau lebih. Disinilah kelebihan yang dimiliki komputer yang mampu memenuhi kebutuhan individualisasi belajar.

Berkenaan hal tersebut, Sudjana (2003: 137) menjalaskan beberapa keuntungan penggunaan media komputer dalam pembelajaran diantaranya:
Cara kerja komputer mampu membangkitkan motivasi belajar siswa

Warna, musik dan grafis animasi dapat memberikan kesan realisme, simulasi dan sebagainya.

Kesabaran, kebiasaan pribadi yang dapat diprogram melengkapi suasana sikap yang lebih positif, terutama bagi siswa yang lamban.

Guru memiliki waktu yang lebih banyak untuk membantu mengawasi siswa lebih dekat.

Lebih lanjut Sudjana mengungkapkan bahwa komputer cocok digunakan dalam pembelajaran matematika untuk model latihan. Model latihan ini mampu membimbing siswa untuk melakukan serangkaian contoh yang kemudian meningkat pada ketangkasan dan kelancaran dalam menggunakan keterampilan. Komputer akan membimbingnya dengan penuh sabar dan akan berubah jika siswa menunjukan tingkat kemahiran yang meningkat.

Selain itu komputer juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk model permainan (Education Games). Model Games ini memiliki unsur-unsur edukatif tergantung pada keberadaan keterampilan yang dipraktekkan dalam permainan tersebut sebagai sebuah kegiatan akademis. Apabila digunakan dalam pembelajaran, Education Games ini dapat mendukung kerangka dalam belajar siswa, terutama dalam hal melatih ulang dan memberikan umpan balik.

Pressey dalam Sudjana (2003:121) pada tahun 1926 telah memperkenalkan mesin kecil untuk mengetes kecerdasan seseorang dalam bentuk soal pilihan ganda yang disajikan butir demi butir. Dalam tes tersebut testee dihadapkan pada alternatif jawaban yang dianggap benar pada setiap soal. Ketika ia menjawab benar, maka mesin itu akan melanjutkan pada pertanyaan berikutnya. Sebaiknya ketika ia memilih jawaban yang salah, maka mesin itu tidak akan bergerak sampai ia memilih jawaban yang benar. Mesin tersebut kemudian diterapkan pada bidang pembelajaran (teaching machine).

Lebih lanjut Sudjana mengungkapkan mesin tersebut memberikan karakteristik yang mudah digunakan dalam pembelajaran diantaranya yang terpenting adalah ;
Dapat mengembangkan pengetahuan siswa dengan cepat berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba dan mencoba lagi sampai diperoleh jawaban yang benar.
Mencegah siswa untuk melanjutkan materi sebelum jawaban yang benar diperolehnya.
Sedighian menciptakan sebuah game matematika yang disebutnya sebagai Super Tangram. Game tersebut diciptakan untuk membantu siswa dalam memahami konsep trransformasi geometri dimensi dua. Dalam game tersebut ada beberapa sisi yang menantang siswa, yang pertama adanya different levels, yaitu tingkatan yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan materi. Yang kedua, user interface, yaitu penguranyan kata kunci pada setiap kenaikan level games. Yang ketiga, order of puzzels, yaitu adanya tujuan yang hedak dicapai dari permainan yang disajikan.

Selain itu, untuk membantu siswa dalam memenangkan permainan tersebut, Super Tangram juga dilengkapi dengan modul pembelajaran yang memuat instruksi langsung (direc instruction) dan praktek interaktif (interactive practice). Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa aplikasi model pembelajaran dengan Mathematic Education Games ini dapat membantu anak untuk memahami pokok materi lebih baik dan mereka lebih menikmati matematika. Hal ini karena mereka bisa menerapkan secara langsung pada geme dan memahami materi lewat modul yang disediakan.

Arsyad (2006:158) menyebutkan beberapa kegiatan belajar yang bisa dilakukan melalui media komputer diantaranya;

1. Kegiatan tutorial. Media komputer mampu berperan sebagai tutor selama proses belajar siswa. Komputer mampu melanjutkan konsep selajutnya ketika siswa telah menguasai materi tertentu, dan mengulang materi yang belum dikuasai siswa.

2. Drill dan Latihan. Latihan ini untuk meningkatkan kemahiran keterampilan dan memperkuat penguasaan konsep. Komputer menyiapkan serangkaian soal atau pertanyaan untuk dijawab siswa. Kegiatan ini bisa disertai dengan program untuk merekam hasil jawaban siswa untuk menjadi bahan pertimbangan guru untuk pembelajaran selanjutnya.

3. Games (Permainan) Instruksional. Program ini dirancang untuk memotivasi dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa. Siswa belajar sambil bermain.

Berkenaan dengan hal tersebut, Soleh (1998:18) mengungkapkan bahwa media komputer adalah salah satu media belajar yang lebih interaktif. Hal ini karena komputer dapat diprogram untuk menilai pekerjaan siswa, mengingatkan siswa kalau melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah, memberi kesempatan untuk mencoba lagi, dan memberi penguatan dan penghargaan (reiforcement dan reward) dengan kata-kata pujian.


III. Metode Pemecahan Masalah

Proses pembelajaran dilaksanakan dengan memperhatikan taksonomi Briggs dan Gagne sebagai berikut :

Mengarahkan perhatian siswa dengan memberikan motivasi yang dapat membangkitkan minat dan keinginan siswa untuk belajar. Kegiatan ini bisa dilakukan melalui pertanyaan, demonstrasi atau penayangan gambar dengan cepat.
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai yakni kompetensi dasar dan indikator agar siswa mengetahui hasil belajar yang diharapkan dan dapat mengukur sejauh mana keberhasilan belajarnya.
Memberikan rangsangan dan penguatan bagi penguasaan materi prasyarat. Hal ini dilakukan melalui ulasan materi prasyarat secara singkat dan pemberian pertanyaan-pertanyaan.
Menyampaikan materi. Hal ini dilakukan setelah siswa benar-benar telah memahami materi yang menjadi prasyarat.
Memberikan petunjuk dan tuntunan selama kegiatan pembelajaran untuk mempercepat tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan bantuan CD interaktif, guru mempunyai lebih banyak waktu untuk memberikan bimbingan kepada siswa selama proses pembelajaran.
Memancing penampilan siswa, yakni dengan memberikan tantangan bahwa siswa mampu memahami materi sendiri melalui penyajian contoh atau masalah. Adanya LKS, memberikan lebih banyak waktu bagi siswa untuk berlatih dan mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan.
Memberikan umpan balik (feedback) dengan segera.
Melakukan kegiatan evaluasi terhadap siswa untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap meteri yang telah dipelajari.
Merangsang kemampuan untuk mengingat dan mentransfer hasil belajar dengan pemberian tugas. CD Tutorial dan MEG akan membantu siswa dalam mengulang di rumah.

IV. Penutup

Berdasarkan pemaparan di atas menunjukan perlunya sebuah inovasi pembelajaran matematika dengan media komputer untuk pokok bahasan Persamaan Garis Lurus. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan waktu belajar dan agar siswa mampu memahami materi dengan lebih baik dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan. Ada beberapa alasan penting terkait hal ini:
Media komputer bisa ditampilkan animasi grafis yang interaktif yang bisa membangkitkan motivasi dan perhatian siswa pada pelajaran.
Media komputer akan mampu mengoptimalkan waktu belajar yang ada.
Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih banyak.
Memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan bimbingan individual kepada siswa lebih banyak

Sumber : Silahkan klik Di sini