Rabu, 09 Januari 2013

Makalah Pembelajaran Matematika

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBANTUAN CD INTERAKTIF DENGAN EVALUASI MENGGUNAKAN MATHEMATIC EDUCATION GAME (MEG) PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN GARIS LURUS

Oleh H.IKIN ZAENAL MUTAQIN, M.Pd: Dosen Matematika Universitas Wiralodra Indramayu

Latar belakang

Ketika kita meminta kepada seorang siswa untuk mengungkapkan pendapatnya tentang pembelajaran matematika, maka akan banyak terdengar keluhan bahwa pelajaran matematika membosankan, tidak menarik, bahkan penuh misteri, sehingga berujung pada hasil belajar matematika yang rendah. Hal tersebut diantaranya disebabkan masih kurangnya kreatifitas guru matematika sebagai ”koki” dalam menyajikan model pembelajaran dan media yang lebih menyenangkan dan dekat dengan dunia siswa. Sebagaimana Arsyad (2006:15) mengemukakan dua unsur yang amat penting dalam proses pembelajaran di kelas yaitu model/strategi dan media pembelajaran.

Belajar matematika dari sumber guru merupakan hal yang banyak dilakukan pada pendidikan formal. Sudjana (2003: 112) menyebutnya sebagai sekolah tradisional. Dimana pola interaksi edukatif dalam proses pembelajaran di kelas masih didominasi oleh guru. Guru masih menjadi satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Sementara itu sumber belajar lainnya belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran. Menurut Soleh (1998:18) hal tersebut disebabkan kelebihan guru dibanding sumber belajar lainnya. Guru lebih mampu mengkondisikan semua sumber belajar lainnya agar sesuai dengan kepentingan dan kemampuan siswa.

Selain guru, buku teks juga masih menjadi sumber belajar yang utama dan mendominasi dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama ini. Dari semua sumber belajar yang ada, buku teks dianggap sebagai sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan dan mungkin yang terdekat dengan kesempurnaan. Namun hal ini bukan berarti bahwa buku teks merupakan media yang istimewa.

Menurut Schramm (1984:386) beberapa kekurangan media buku teks, misalnya; tidak ”hidup”, hanya menyajikan gambar mati, tidak mampu menyajikan suara, dan mudah ketinggalan jaman. Lebih lanjut Schramm mengemukakan bahwa komputer memiliki kemampuan yang luar biasa dibandingkan media lainnya. Komputer lebih mampu menghasilkan jenis belajar yang interaktif yang baik sekali antara guru dan siswa. Misalnya, komputer lebih sabar dan lebih konsisten dari guru dalam mengadakan latihan praktek.

Evaluasi adalah bagian integral dalam kegiatan pembelajaran matematika. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, kegiatan evaluasi diharapkan tidak hanya sekadar melakukan penskoran dan penilaian saja, tetapi termasuk melakukan kegiatan perbaikan. Proses evaluasi yang terjadi di lapangan dirasa masik kurang dari kegiatan perbaikan yang mampu memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh lebih banyak kesempatan untuk memperoleh umpan balik. Hal senada ungkapkan Soleh (1998:18) yang mengatakan bahwa media komputer adalah salah satu media belajar yang lebih interaktif. Selain itu komputer juga dapat diprogram untuk menilai pekerjaan siswa, mengingatkan siswa kalau melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah, memberi kesempatan untuk mencoba lagi, dan memberi penguatan dan penghargaan (reiforcement dan reward) dengan kata-kata pujian. Disinilah perlunya pengembangan alat evaluasi berbantuan komputer yang bisa memberi kesempatan lebih bagi siswa untuk melakukan perbaikan dan umpan balik.

Dalam proses pembelajaran matematika di sekolah terdapat beberapa permasalahan. Terkait dengan karekteristik matematika, objeknya yang abstrak, konsep dan prinsipnya berjenjang, dan prosedur pengerjaannya yang banyak memanipulasi bentuk-bentuk membuat siswa seringkali mengalami kesulitan. Objek tersebut tidak semuanya bisa divisualisasikan dalam tiga dimensi yang bisa diindera dengan baik oleh siswa. Hal ini menuntut peraga yang tepat, yang mampu membantu siswa memahami konsep yang diajarkan dan mampu mengatasi keberagaman kecepatan belajar dan gaya belajar siswa, serta mengatasi keterbatasan yang ada pada guru.

Pada pokok bahasan persamaan garis lurus, siswa disuguhkan dengan objek matematika berupa titik, garis, dan persamaan yang abstrak. Kecenderungan yang terjadi dilapangan, guru membantu siswa dengan menggambar garis lurus di kertas atau di papan tulis. Karena visualisasi yang berupa dua dimensi, disamping memakan waktu yang lama juga memberi kesan kurang menarik. Dengan media yang selama ini digunakan dirasa masih kurang efektif untuk menciptakan kebermaknaan pembelajaran, kurang efisien yang berdampak pada kurangnya kesempatan yang dimiliki siswa untuk memperoleh pengalaman belajar yang lebih banyak.

Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah sebuah proses yang kompeks yang terjadi pada semua orang dan terjadi seumur hidup, dari ayunan sampai ke liang lahat. Salah satu tanda telah terjadinya proses belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang. Secara umum perubahan tingkah laku tersebut bisa yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotorik) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).

Namun demikian tidak semua perubahan perilaku bisa dikategorikan sebagai hasil dari proses belajar. Perubahan sikap sebagai hasil belajar berasal dari hasil interaksi dengan lingkungan, bersifat relatif permanen, dan menetap, dan bukan karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan, penyakit, atau obat-obatan (Arif, 2006:2).

Terkait dengan proses perolehan pengetahuan dan keterampilan, Bruner dalam Arsyad (2006:7) membagi 3 modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Tahapan enactive merupakan tahapan dalam belajar dimana seorang siswa belajar melalui pengalaman langsung, dengan menggunakan benda-benda kongkrit. Pada tahapan iconic, siswa berusaha mewujudkan pengetahuan dalam bentuk bayangan visual (visual emagery), yang menggambarkan situasi konkrit yang ada pada tahap enactive. Sedangkan dalam tahapan symbolic, siswa berusaha mepresentasikan pengetahuannya dalam bentuk simbol-simbol abstrak.

Menurut Piaget dalam Krismanto (2004:3) manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio emosional, dan perkembangan kognitif. Kemampuan kognitif berkembang melalui tahap sensori motorik (sensory-motor-stage) sejak manusia lahir sampai usia 2 tahun; tahap pra-operasional (pre-operational-stage) dari usia 2 tahun sampai 7 tahun; tahap operasi kongkrit (cooncrete-operational-stage), dari usia 7 tahun sampai 12 tahun; dan tahap operasi formal (formal-operational-stage), usia 12 tahun keatas.

Lebih lanjut Piaget mengungkapkan bahwa usia siswa SMP masih berada dalam tahapan operasional formal. Namun demikian, meski pada usia tersebut siswa sudah mampu berfikir logis tanpa kehadiran benda kongkrit, akan tetapi kemampuan siswa untuk berfikir abstrak masih belum berkembang dengan baik, sehingga dalam beberapa hal kehadiran peraga atau media belajar lainnya masih dibutuhkan.


Pembelajaran sebagai Proses Komunikasi

Proses pembelajaran di kelas pada hakikatnya adalah proses komunikasi, baik komunikasi antara siswa dengan guru, komunikasi antar siswa, atau bahkan komunikasi antara siswa dengan lingkungan belajar. Namun belum tentu proses komunikasi yang terjadi bisa berlangsung efektif. Komunikasi dikatakan berjalan efektif apabila terdapat pemahaman yang sama terhadap sebuah informasi antara sumber pesan dengan penerima pesan. Selanjutnya akan terjadi umpan balik atau komunikasi dua arah apabila penerima pesan bisa berubah fungsi menjadi sumber pesan.

Dalam proses pembelajaran di kelas, isi pesan perupa bahan ajar yang tertuang dalam kurikulum. Sumber pesan adalah guru, buku ajar, sesama siswa, bahkan lingkungan belajar. Sedangkan penerima pesan adalah siswa. Pesan, sumber pesan, saluran/media, dan penerima pesan adalah komponen-komponen dalam proses komunikasi.

Isi pesan yang berupa bahan ajar, disampaikan guru melalui simbol-simbol komunikasi, baik simbol verbal berupa kata-kata atau tulisan, maupun simbol non-verbal atau visual. Arif mengungkapkan (2006:13) bahwa proses penuangan pesan kedalam simbol-simbol disebut encoding. Selanjutnya penerima pesan menafsirkan simbol-simbol komunikasi tersebut sehingga diperoleh pesan. Proses penafsiran simbol-simbil tersebut disebut decoding.

Sering terjadi, pesan yang disampaikan tidak bisa diterima dengan utuh oleh penerima pesan. Hal ini terkait dengan adanya hambatan-hambatan yang terjadi pada proses komunikasi yang berjalan yang dikenal dengan istilah barriers atau noises. Beberapa hal yang bisa menjadi penghambat efektifnya komunikasi diantaranya bisa berupa hambatan psikologis, seperti minat, sikap, kepercayaan, intelegensi, pengetahuan dan hambatan fisik seperti kelelahan, sakit, cacat tubuh.

Berkaitan hal ini, Arsyad (2006:8) menyarankan agar guru merancang proses pembelajaran yang melibatkan semua indera siswa. Guru berupaya untuk menampilkan rangsangan yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak indera yang terlibat, semakin besar kemungknan informasi yang disampaikan bisa dimengerti siswa. Disinilah peran media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar akan mampu mengatasi noises dalam proses komunikasi dalam pembelajaran. Hal ini juga disampaikan Levie dalam Arsyad (2006:9) tentang banyaknya hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa stimulus visual mampu memberikan hasil belajar yang lebh baik dari stimulus verbal.

Media dalam Pembelajaran

Kemp dalam Santosa (2002:2) mengemukakan terkait dengan media komunikasi dalam pendidikan, banyak ahli, terutama ahli media mengemukakan perlu adanya pemilihan media yang tepat sebagai wahana penyalur pesan dalam proses pembelajaran. Bahkan diyakini bahwa media pandang dengar (audio visual) seperti film bingkai (slide), film dan lainnya, sangat baik digunakan untuk membantu proses komunikasi di kelas. Bahkan kecenderungannya penggunaan media audio visual dalam pembelajaran lebih cepat dan mudah diterima jika dibandingkan penjelasan dengan lisan. Dengan kata lain, seberapa jauh proses komunikasi terjadi dipengaruhi oleh faktor media yang digunakan dalam komunikasi tersebut.

Media pembelajaran sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak pendidikan formal itu ada. AECT (Association of Education and Comunication Tecnology) dalam Arsyad (2006:3) mendefinisikan media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan Yusuf Hadi Miarso dalam Santoso (2002:3) mendefinisikan media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.

Sejalan dengan batasan tersebut Gagne’ dan Briggs dalam Arsyad (2006:4) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran, yang terdiri antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer, yang mampu merangsang siswa untuk belajar.

Sehingga secara umum Santosa (2002:5) memberikan rambu-rambu media pembelajaran sebagai berikut:

1. Segala sesuatu (fisik) yang digunakan untuk dapat menyampaikan informasi atau pesan pembelajaran.
2. Mampu merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa.
3. Terciptanya bentuk-bentuk komunikasi, interaksi yang beragam dalam proses pembelajaran.

Mengapa media perlu dalam proses pembelajaran di kelas? Diantaranya karena media mempunyai kelebihan dan kemampuan yang dapat kita manfaatkan untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang ada. Secara singkat media berguna bagi upaya untuk mengefektifkan komunikasi yang ada di kelas. Media mampu menampilkan efek suara, gambar dan gerak, sehingga pesan yang kita sampaikan lebih hidup, menarik, dan kongkrit, serta dapat memberi kesan seolah-olah siswa terlibat dalam pengalaman belajar yang ditampilkan.

Salah satu gambaran yang banyak jadikan sebagai acuan landasan teori penggunaan media dalam pembelajaran adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale) seperti tampak di bawah ini.

Kerucut pengalaman Dale ini menunjukan bahwa pengalaman langsung memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman belajar, oleh karena ia melibatkan lebih banyak indera siswa (Arsyad, 2006:11).

Sedemikian pentingnya media pembelajaran sehingga Sudjana (2003: 112) mengungkapkan bahwa dalam situasi belajar tertentu, yaitu siswa telah memiliki disiplin belajar yang tinggi, pengalaman belajar yang cukup dan pola pikir yang matang, maka interaksi pembelajaran bisa dilakukan secara langsung antara siswa dengan media belajar. Dalam kondisi demikian, media mampu menggantikan peran guru sebagai sumber belajar. Lebih lanjut Sudjana menyebutnya sebagai guru-media.

Hamalik dalam Arsyad (2006:15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran mampu membangkitkan keinginan, minat, motivasi, dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media juga akan sangat membantu meningkatkan efektifitas pembelajaran.

Levie dan Lentz dalam Arsyad (2006:16) mengungkapkan ada empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu (a) fungsi atensi, (b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif, dan (d) fungsi kompensatoris. Funsi atensi media yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa pada isi pelajaran. Fungsi afektif dapat dilihat dari kenikmatan siswa dalam membaca teks yang bergambar. Fungsi kognitif terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual memnerlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi. Sedangkan fungsi kompensatoris adalah untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan lamban dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam teks saja.


Media Dalam Pembelajaran Matematika

Matematika sebagai sebuah ilmu, memiliki ciri khas yang membedakannya dari pelajaran yang lain diantaranya:

1. Mengkaji Objek yang bersifat abstrak
2. Mendasarkan diri pada kesepakatan-kesepakatan
3. Menggunakan penalaran deduktif aksiomatis
4. Memiliki kebenaran yang bersifat konsisten.

Matematika sekolah merupakan matematika yang diajarkan di sekolah yang disampaikan berdasarkan tingkatan atau tahapan-tahapan proses belajar. Sehingga proses pembelajaran matematika yang terjadi di sekolah adalah sebuah proses untuk mentransfer dunia matematika kedalam dunia nyata, dunia yang bisa dipahami siswa sesuai dengan tahapan proses berfikir siswa.

Marpaung (2006:4) mengatakan bahwa proses pembelajaran matematika di sekolah adalah sebuah proses matematisasi yang terdiri dari dua proses, yakni matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horisontal adalah sebuah proses mentransfer dunia siswa kedalam dunia matematik. Dalam prakteknya, guru menggunakan pendekatan pembelajaan kontekstual (Contekstual Teaching and Leaning). Guru mengawali pembelajaran dari masalah-masalah kontekstual, untuk kemudian melakukan formalisasi matematis.

Sedangkan matematisasi vertikal adalah sebuah proses pembelajaran matematika formal. Artinya, setelah melalui proses formalisasi, maka penyelesaian persoalan matematika selanjutnya menggunakan pendekatan formal. Dalam prakteknya, guru mengajak siswa untuk menyelesaikan persoalan melalui pendekatan formal.

Pada tahapan matematisasi horisontal inilah keberadaan multimedia berperan penting. Hal tersebut karena multimedia memiliki potensi dan kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk membantu proses tersebut diantaranya;

1. Membuat konsep yang abstrak menjadi kongkrit.
2. Menampilkan animasi baik berupa gerakan maupun suara yang mengilustrasikan proses yang terjadi.
3. Mampu memberikan keseragaman persepsi, karena media mampu dimanfaatkan untuk memfokuskan perhatian siswa.
4. Mampu menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang kapan dan dimanapun.
5. Mampu mengatasi keterbatasan waktu dan tempat belajar.

Secara umum, media pembelajaran dapat dikelompokkan kedalam media cetak dan non cetak, atau media elektronik dan non elektronik. Santosa (2002:10). Beberapa jenis media pembelajaran yang sering digunakan diantaranya;

1. Media pandang, dengar, dan gerak; VCD, Film.
2. Media pandang gerak; film tak bersuara
3. Media pandang diam; OHT (Over Head Transparancy), slide, gambar, chart, poster.
4. Media dengar; rekaman (kaset dan CD)
5. Media cetak; buku ajar, LKS, majalah, koran.
6. Multimedia; komputer, slide berangkai.


Media Komputer dalam Pembelajaran

Sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam proses belajar. Sudjana (2003: 77) membagi sumber belajar menjadi dua macam. Pertama, sumber belajar yang dirancang, atau sengaja dibuat, atau dipergunakan untuk membantu proses pembelajaran (learning resources by design). Kedua, sumber belajar yang dimanfaatkan guna memberikan kemudahan kepada seseorang dalam proses belajar yang berupa segala macam sumber belajar yang ada di sekeliling kita (learning resources by utilization).

CD (compact disk) Pembelajaran merupakan salah satu sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) dimana di dalamnya telah diinstal program yang disiapkan untuk tujuan pembelajaran tertentu. Arsyad (2006:32) menyebutnya sebagai media mutahir berbasis komputer yang diyakini mampu menciptakan pembelajaran yang lebih ”hidup” dan dan melibatkan interaktifitas siswa.

Sejalan dengan hal tersebut, Schramm (1984:386) mengemukakan beberapa kekurangan media buku teks, misalnya; tidak ”hidup”, hanya menyajikan gambar mati, tidak mampu menyajikan suara, dan mudah ketinggalan jaman. Lebih lanjut Schramm mengemukakan bahwa komputer memiliki kemampuan yang luar biasa dibandingkan media lainnya. Komputer lebih mampu menghasilkan jenis belajar yang interaktif yang baik sekali antara guru dan siswa. Misalnya, komputer lebih sabar dan lebih konsisten dari guru dalam mengadakan latihan praktek.

Arsyad (2006:54) mengunkapkan beberapa kelebihan media komputer untuk program pembelajaran, diantaranya;

1. Komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran.

2. Komputer merangsang siswa untuk mengerjakan latihan atau simulasi karena tersedianya animasi yang dapat menambah relaisme..

3. Kendali belajar ada di tangan siswa sehingga kecepatan belajar dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya.

4. Kemampuan merekam aktifitas siswa selama menggunakan suatu program pembelajaran memberikan kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara perorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau.


Mathematic Education Games (MEG)

Pada kenyataanya, gagasan baru dalam pembelajaran muncul karena ketidakpuasan orang terhadap sistem pembelajaran lama yang dianggap kurang efaktif, kurang efisien, dan kurang produktif. Kemudian bermunculan penelitian pembelajaran dalam upaya untuk meningkatkan motivasi belajar, kemungkinan pembelajaran yang lebih memperhatikan irama dan kecepatan individual, pemberian umpan balik yang segera dan berulang-ulang, serta penggunaan metode pembelajaran yang paling efektif.

Peran teknologi komputer dalam dunia Pembelajaran dewasa ini seiring dengan kebutuhan individualisasi dalam belajar. Dibutuhkannya media yang mampu memberikan pelayanan yang optimal terhadap siswa sesuai dengan tingkat kebutuhan, kemampuan dan tahapan berfikirnya. Untuk tugas ini seorang guru tidak akan mampu melakukannya apalagi dihadapkan pada 40 siswa atau lebih. Disinilah kelebihan yang dimiliki komputer yang mampu memenuhi kebutuhan individualisasi belajar.

Berkenaan hal tersebut, Sudjana (2003: 137) menjalaskan beberapa keuntungan penggunaan media komputer dalam pembelajaran diantaranya:
Cara kerja komputer mampu membangkitkan motivasi belajar siswa

Warna, musik dan grafis animasi dapat memberikan kesan realisme, simulasi dan sebagainya.

Kesabaran, kebiasaan pribadi yang dapat diprogram melengkapi suasana sikap yang lebih positif, terutama bagi siswa yang lamban.

Guru memiliki waktu yang lebih banyak untuk membantu mengawasi siswa lebih dekat.

Lebih lanjut Sudjana mengungkapkan bahwa komputer cocok digunakan dalam pembelajaran matematika untuk model latihan. Model latihan ini mampu membimbing siswa untuk melakukan serangkaian contoh yang kemudian meningkat pada ketangkasan dan kelancaran dalam menggunakan keterampilan. Komputer akan membimbingnya dengan penuh sabar dan akan berubah jika siswa menunjukan tingkat kemahiran yang meningkat.

Selain itu komputer juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk model permainan (Education Games). Model Games ini memiliki unsur-unsur edukatif tergantung pada keberadaan keterampilan yang dipraktekkan dalam permainan tersebut sebagai sebuah kegiatan akademis. Apabila digunakan dalam pembelajaran, Education Games ini dapat mendukung kerangka dalam belajar siswa, terutama dalam hal melatih ulang dan memberikan umpan balik.

Pressey dalam Sudjana (2003:121) pada tahun 1926 telah memperkenalkan mesin kecil untuk mengetes kecerdasan seseorang dalam bentuk soal pilihan ganda yang disajikan butir demi butir. Dalam tes tersebut testee dihadapkan pada alternatif jawaban yang dianggap benar pada setiap soal. Ketika ia menjawab benar, maka mesin itu akan melanjutkan pada pertanyaan berikutnya. Sebaiknya ketika ia memilih jawaban yang salah, maka mesin itu tidak akan bergerak sampai ia memilih jawaban yang benar. Mesin tersebut kemudian diterapkan pada bidang pembelajaran (teaching machine).

Lebih lanjut Sudjana mengungkapkan mesin tersebut memberikan karakteristik yang mudah digunakan dalam pembelajaran diantaranya yang terpenting adalah ;
Dapat mengembangkan pengetahuan siswa dengan cepat berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba dan mencoba lagi sampai diperoleh jawaban yang benar.
Mencegah siswa untuk melanjutkan materi sebelum jawaban yang benar diperolehnya.
Sedighian menciptakan sebuah game matematika yang disebutnya sebagai Super Tangram. Game tersebut diciptakan untuk membantu siswa dalam memahami konsep trransformasi geometri dimensi dua. Dalam game tersebut ada beberapa sisi yang menantang siswa, yang pertama adanya different levels, yaitu tingkatan yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan materi. Yang kedua, user interface, yaitu penguranyan kata kunci pada setiap kenaikan level games. Yang ketiga, order of puzzels, yaitu adanya tujuan yang hedak dicapai dari permainan yang disajikan.

Selain itu, untuk membantu siswa dalam memenangkan permainan tersebut, Super Tangram juga dilengkapi dengan modul pembelajaran yang memuat instruksi langsung (direc instruction) dan praktek interaktif (interactive practice). Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa aplikasi model pembelajaran dengan Mathematic Education Games ini dapat membantu anak untuk memahami pokok materi lebih baik dan mereka lebih menikmati matematika. Hal ini karena mereka bisa menerapkan secara langsung pada geme dan memahami materi lewat modul yang disediakan.

Arsyad (2006:158) menyebutkan beberapa kegiatan belajar yang bisa dilakukan melalui media komputer diantaranya;

1. Kegiatan tutorial. Media komputer mampu berperan sebagai tutor selama proses belajar siswa. Komputer mampu melanjutkan konsep selajutnya ketika siswa telah menguasai materi tertentu, dan mengulang materi yang belum dikuasai siswa.

2. Drill dan Latihan. Latihan ini untuk meningkatkan kemahiran keterampilan dan memperkuat penguasaan konsep. Komputer menyiapkan serangkaian soal atau pertanyaan untuk dijawab siswa. Kegiatan ini bisa disertai dengan program untuk merekam hasil jawaban siswa untuk menjadi bahan pertimbangan guru untuk pembelajaran selanjutnya.

3. Games (Permainan) Instruksional. Program ini dirancang untuk memotivasi dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa. Siswa belajar sambil bermain.

Berkenaan dengan hal tersebut, Soleh (1998:18) mengungkapkan bahwa media komputer adalah salah satu media belajar yang lebih interaktif. Hal ini karena komputer dapat diprogram untuk menilai pekerjaan siswa, mengingatkan siswa kalau melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah, memberi kesempatan untuk mencoba lagi, dan memberi penguatan dan penghargaan (reiforcement dan reward) dengan kata-kata pujian.


III. Metode Pemecahan Masalah

Proses pembelajaran dilaksanakan dengan memperhatikan taksonomi Briggs dan Gagne sebagai berikut :

Mengarahkan perhatian siswa dengan memberikan motivasi yang dapat membangkitkan minat dan keinginan siswa untuk belajar. Kegiatan ini bisa dilakukan melalui pertanyaan, demonstrasi atau penayangan gambar dengan cepat.
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai yakni kompetensi dasar dan indikator agar siswa mengetahui hasil belajar yang diharapkan dan dapat mengukur sejauh mana keberhasilan belajarnya.
Memberikan rangsangan dan penguatan bagi penguasaan materi prasyarat. Hal ini dilakukan melalui ulasan materi prasyarat secara singkat dan pemberian pertanyaan-pertanyaan.
Menyampaikan materi. Hal ini dilakukan setelah siswa benar-benar telah memahami materi yang menjadi prasyarat.
Memberikan petunjuk dan tuntunan selama kegiatan pembelajaran untuk mempercepat tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan bantuan CD interaktif, guru mempunyai lebih banyak waktu untuk memberikan bimbingan kepada siswa selama proses pembelajaran.
Memancing penampilan siswa, yakni dengan memberikan tantangan bahwa siswa mampu memahami materi sendiri melalui penyajian contoh atau masalah. Adanya LKS, memberikan lebih banyak waktu bagi siswa untuk berlatih dan mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan.
Memberikan umpan balik (feedback) dengan segera.
Melakukan kegiatan evaluasi terhadap siswa untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap meteri yang telah dipelajari.
Merangsang kemampuan untuk mengingat dan mentransfer hasil belajar dengan pemberian tugas. CD Tutorial dan MEG akan membantu siswa dalam mengulang di rumah.

IV. Penutup

Berdasarkan pemaparan di atas menunjukan perlunya sebuah inovasi pembelajaran matematika dengan media komputer untuk pokok bahasan Persamaan Garis Lurus. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan waktu belajar dan agar siswa mampu memahami materi dengan lebih baik dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan. Ada beberapa alasan penting terkait hal ini:
Media komputer bisa ditampilkan animasi grafis yang interaktif yang bisa membangkitkan motivasi dan perhatian siswa pada pelajaran.
Media komputer akan mampu mengoptimalkan waktu belajar yang ada.
Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih banyak.
Memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan bimbingan individual kepada siswa lebih banyak

Sumber : Silahkan klik Di sini


0 komentar:

Posting Komentar